BTemplates.com

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Business

Flickr Widget

Recent

Comments

Facebook

Popular Posts

Kamis, 26 Februari 2015

SEJARAH PAJAK


                                                                                                Nama   : Imanuel Efa Yabes Hulu
                                                                                                Nim     : 1406043068
                                                                                                Matkul : PERPAJAKAN
SEJARAH PAJAK DI INDONESIA
Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.

Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda hingga sebelum tahun 1983 telah diberlakukan cukup banyak Undang-Undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
  1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
  2. Aturan Bea Meterai;
  3. Ordonansi Bea Balik Nama;
  4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
  5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
  6. Ordonansi Pajak Upah;
  7. Ordonansi Pajak Potong;
  8. Ordonansi Pajak Pendapatan;
  9. Undang-Undang Pajak Radio;
  10. Undang-Undang Pajak Pembangunan I;
  11. Undang-Undang Pajak Peredaran;

kemudian dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat maka di undangkan lagi beberapa UU yaitu:
1.      UU Pajak penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No.2 tahun 1968
2.      UU no.21 Tahun 1959 tentangpajak deviden yang diubah dengan UU No.10 Tahun 1967 tentang pajak atas bunga, deviden, dan royalty
3.      UU No.19 tahun 1959 tentang penagihan pajak Negara dengan surat Paksa
4.       UU no.74 tahun 1958 tentang pajak bangsa asing dan
5.       UU no.8 Tahun 1967 tentang tata cara pemungutan PPd, PKK dan PPs atau Tata cara MPS-MPO.
Sedangkan setelah tahun 1983, Indonesia melakukan tax reform (reformasi perpajakan) dengan menyempurnakan sistem pemungutan pajak dari yang sebelumnya masih bersifat official assessment menjadi sistem self assessment. Sejak tax reform tahun 1983 hingga saat ini, ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku adalah:
  1. Undang-Undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
  2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Pajak Pajak Penghasilan (UU PPh);
  3. Undang-Undang No.8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Dan Jasa  Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN Dan PPnBM);
  4. Undang-Undang No.12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (UU PBB);
  5. Undang-Undang N0. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai (UU BM).
Namun Empat dari lima UU tersebut pada tahun 1994 mengalami perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dipandang perlu dengan UU, yaitu sebagai berikut :
1.      UU No.6 Tahun 1983 Diubah Dengan UU No.9 Tahun 1994
2.      UU No.7 Tahun 1983 Diubah Dengan UU No.10 Tahun 1994
3.      UU No.8 Tahun 1983 Diubah Dengan UU No.11 Tahun 1994
4.      UU No.12 Tahun 1983 Diubah Dengan UU No.12 Tahun 1994.
Selanjutnya pemerintah kembali mengadakan perubahan atas UU Perpajakan yang ada :
1.      UU No. 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
2.      UU No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
3.      UU No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
4.      UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
5.      UU No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan dalam rangka memberikan rasa keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada WP, maka pada tahun 2000 pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap UU Perpajakan yang dibuat pada tahun 1983 yang selengkapnya seperti dibawah ini.
1.      UU No.16 Tahun 2000 Mengenai Perubahan Atas UU No.6 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No.9 Tahun 1994
2.      UU No. 17 Tahun 2000 Mengenai Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No. 10 Tahun 1994
3.      UU No. 18 Tahun 2000 Mengenai Perubahan Atas UU No.8 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No.11 Tahun 1994
4.      UU No.19 Tahun 2000 Mengenai Perubahan Atas UU No.19 Tahun 1997
5.      UU No.21 Tahun 2000 Mengenai Perubahan Atas UU No.21 Tahun 1997
6.      UU No. 34 Tahun 2000 Mengenai Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997
Selanjutnya pada tahun 2007 sampai 2009 pemerintah bersama DPR sepakat melakukan perubahan atas UU Perpajakan :
1.      UU Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan No.16 Tahun 2000 Diubah Dengan UU No.28 Tahun 2007,Mulai Berlaku 1 Januari 2008. Lalu KUP Ini Pun Mengalami Perubahan Lagi Dengan UU No.16  Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke4 Atas UU No.6 Tahun 1983 Tentang KUP.
2.      UU Pph No.17 Tahun 2000 Diubah Dengan UU No.36 Tahun 2008 Berlaku Mulai 1 Januari 2009.
3.      UU Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah No.18 Tahun 2000 Diubah Dengan UU No.42 Tahun 2009 Mulai Berlaku 1 April 2010.
Khusus untuk pajak daerah dan retribusi daerah,telah diundangkan UU no.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mencabut UU no.18 tahun 1997 dan mulai berlaku 1 januari 2010.
1.2 Pengertian Pajak, Retribusi, dan Sumbangan
1.      Pajak
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa – timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari pengertian pajak menurut para pakar, dapat disimpulkan bahwa ada lima unsure yang terletak dalam pengertian pajak ;
-          Pembayaran pajak harus berdasarkan UU
-          Sifatnya dapat dipaksakan
-          Tidak ada kontra prestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak
-          Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara, oleh pemerintah pusat maupun daerah ( tidak boleh dipungut oleh swasta)
-          Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah bagi kepentingan masyarakat umum.
2.      Retribusi 
Unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:
-          Pungutan retribusi harus berdasarkan UU
-          Sifat pungutannya dapat dipaksakan
-          Pemungutannya dilakukan oleh Negara
-          Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum dan
-          Kontrak prestasi(imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
3.      Sumbangan
Pungutan dengan nama sumbangan biasanya tidak diartikan untuk kepentingan pengeluaran – pengeluaran yang dikelola oleh pemerintah , tetapi dilakukan oleh dan untuk kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar Hukum menurut UU serta tidak mempunyai unsur paksaan, misalnya sumbangan pembangunan tempat – tempat ibadah, sumbangan perbaikan jalan, dan lain – lain.
1.3 Peranan dan Fungsi Pajak Dalam Pembangunan
FUNGSI PAJAK
            Dalam literature pajak, sering disebutkan pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak tersebut dapat dikembangkan lagi dan ditambah dua fungsi lagi yaitu fungsi Stabilitas dan fungsi retribusi.
Pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
           Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
           Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·                     Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
           Fungsi redistribusi
Fungsi yang lebih menekankan pada unsure pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
1.4 Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional
Pengertian Hukum Pajak
Hukum Pajak : Keseluruhan peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil sebagian kekayaan dari seseorang dan menyerahkannya kembali kapada masyarakat dengan melalui kas negara.
Kedudukan Hukum Pajak dalam sistem hukum di Indonesia
Hukum pajak tidak berdiri sendiri, melainkan berada dalam kandungan hukum administrasi sebagai bagian dari hukum publik. Hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi, yang merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas administrasi.
Jika hukum publik mengatur hubungan antara pemerintah (selaku penguasa) dengan rakyatnya, hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyatnya sebagai Wajib Pajak. Sebagaimana dijelaskan berikut ini :
1.5 Syarat – Syarat Undang – Undang Pajak Bagi suatu Negara
            Agar pemungutan pajak tidak menimbulakn hambatan atau perlawanan maka pemungutan pajak harus memahani syarat sebagai berikut :
1.      Pemungutan Pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hokum, yakni mencapai keadilan, UU pelaksanaan pemungutan harus Adil. Adil dalam perundang – undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada MPP.
2.      Pemungutan pajak harus berdasarkan UU (syarat Yuridis)Bottom of Form
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membeirkan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3.       Syarat Ekonomis
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4.      Syarat Financiil
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.      Sistem Pemungutan Pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

1.6 Asas Pemungutan ( The four maxims Adam Smith)

Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:

ADAM SMITH

Adam Smith, Pencetus teori The Four Maxims
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
  • Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
  • Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
  • Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
  • Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

0 komentar:

Posting Komentar