SEJARAH PAJAK
Nama : Imanuel Efa Yabes Hulu
Nim : 1406043068
Matkul
: PERPAJAKAN
SEJARAH PAJAK DI INDONESIA
Pada mulanya pajak merupakan suatu
upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban
yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada
seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja
atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya
seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu
digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan
tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang
sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara
psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya
dibandingkan rakyat.
Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda hingga sebelum tahun 1983 telah diberlakukan cukup banyak Undang-Undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
- Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
- Aturan Bea Meterai;
- Ordonansi Bea Balik Nama;
- Ordonansi Pajak Kekayaan;
- Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
- Ordonansi Pajak Upah;
- Ordonansi Pajak Potong;
- Ordonansi Pajak Pendapatan;
- Undang-Undang Pajak Radio;
- Undang-Undang Pajak Pembangunan I;
- Undang-Undang Pajak Peredaran;
kemudian dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat maka di undangkan lagi beberapa UU yaitu:
1.
UU
Pajak penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No.2 tahun 1968
2.
UU
no.21 Tahun 1959 tentangpajak deviden yang diubah dengan UU No.10 Tahun 1967
tentang pajak atas bunga, deviden, dan royalty
3.
UU
No.19 tahun 1959 tentang penagihan pajak Negara dengan surat Paksa
4.
UU no.74 tahun 1958 tentang pajak bangsa asing
dan
5.
UU no.8 Tahun 1967 tentang tata cara
pemungutan PPd, PKK dan PPs atau Tata cara MPS-MPO.
Sedangkan setelah tahun 1983,
Indonesia melakukan tax reform (reformasi perpajakan) dengan menyempurnakan
sistem pemungutan pajak dari yang sebelumnya masih bersifat official assessment
menjadi sistem self assessment. Sejak tax reform tahun 1983 hingga saat ini,
ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku adalah:
- Undang-Undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Pajak Pajak Penghasilan (UU PPh);
- Undang-Undang No.8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN Dan PPnBM);
- Undang-Undang No.12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (UU PBB);
- Undang-Undang N0. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai (UU BM).
Namun
Empat dari lima UU tersebut pada tahun 1994 mengalami perubahan dengan mengubah
beberapa pasal yang dipandang perlu dengan UU, yaitu sebagai berikut :
1. UU No.6 Tahun 1983 Diubah Dengan UU No.9
Tahun 1994
2. UU No.7 Tahun 1983 Diubah Dengan UU No.10
Tahun 1994
3. UU No.8 Tahun 1983 Diubah Dengan UU
No.11 Tahun 1994
4. UU No.12 Tahun 1983 Diubah Dengan UU
No.12 Tahun 1994.
Selanjutnya
pemerintah kembali mengadakan perubahan atas UU Perpajakan yang ada :
1. UU No. 17 Tahun 1997 Tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak
2. UU No. 18 Tahun 1997 Tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah
3. UU No. 19 Tahun 1997 Tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
4. UU No. 20 Tahun 1997 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak
5. UU No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
Adanya
perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan dalam rangka
memberikan rasa keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada WP, maka pada tahun
2000 pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap UU Perpajakan yang dibuat
pada tahun 1983 yang selengkapnya seperti dibawah ini.
1. UU No.16 Tahun 2000 Mengenai
Perubahan Atas UU No.6 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No.9 Tahun
1994
2. UU No. 17 Tahun 2000 Mengenai
Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No. 10
Tahun 1994
3. UU No. 18 Tahun 2000 Mengenai
Perubahan Atas UU No.8 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No.11
Tahun 1994
4. UU No.19 Tahun 2000 Mengenai
Perubahan Atas UU No.19 Tahun 1997
5. UU No.21 Tahun 2000 Mengenai
Perubahan Atas UU No.21 Tahun 1997
6. UU No. 34 Tahun 2000 Mengenai
Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997
Selanjutnya
pada tahun 2007 sampai 2009 pemerintah bersama DPR sepakat melakukan perubahan
atas UU Perpajakan :
1. UU Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan No.16 Tahun 2000 Diubah Dengan UU No.28 Tahun 2007,Mulai Berlaku 1
Januari 2008. Lalu KUP Ini Pun Mengalami Perubahan Lagi Dengan UU No.16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU No. 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke4 Atas UU No.6
Tahun 1983 Tentang KUP.
2. UU Pph No.17 Tahun 2000 Diubah
Dengan UU No.36 Tahun 2008 Berlaku Mulai 1 Januari 2009.
3. UU Pajak Pertambahan Nilai Barang
Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah No.18 Tahun 2000 Diubah Dengan
UU No.42 Tahun 2009 Mulai Berlaku 1 April 2010.
Khusus
untuk pajak daerah dan retribusi daerah,telah diundangkan UU no.28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mencabut UU no.18 tahun 1997 dan
mulai berlaku 1 januari 2010.
1.2 Pengertian Pajak, Retribusi, dan
Sumbangan
1. Pajak
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa – timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum”.
Dari pengertian pajak menurut para pakar, dapat disimpulkan
bahwa ada lima unsure yang terletak dalam pengertian pajak ;
-
Pembayaran
pajak harus berdasarkan UU
-
Sifatnya
dapat dipaksakan
-
Tidak
ada kontra prestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak
-
Pemungutan
pajak dilakukan oleh Negara, oleh pemerintah pusat maupun daerah ( tidak boleh
dipungut oleh swasta)
-
Pajak
digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah bagi kepentingan
masyarakat umum.
2.
Retribusi
Unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:
-
Pungutan
retribusi harus berdasarkan UU
-
Sifat
pungutannya dapat dipaksakan
-
Pemungutannya
dilakukan oleh Negara
-
Digunakan
untuk pengeluaran bagi masyarakat umum dan
-
Kontrak
prestasi(imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
3. Sumbangan
Pungutan dengan nama sumbangan biasanya tidak diartikan
untuk kepentingan pengeluaran – pengeluaran yang dikelola oleh pemerintah ,
tetapi dilakukan oleh dan untuk kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan
tidak memerlukan dasar Hukum menurut UU serta tidak mempunyai unsur paksaan,
misalnya sumbangan pembangunan tempat – tempat ibadah, sumbangan perbaikan
jalan, dan lain – lain.
1.3 Peranan dan Fungsi Pajak Dalam
Pembangunan
FUNGSI PAJAK
Dalam
literature pajak, sering disebutkan pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi
budgeter dan fungsi regulerend. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak
tersebut dapat dikembangkan lagi dan ditambah dua fungsi lagi yaitu fungsi Stabilitas
dan fungsi retribusi.
Pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
• Fungsi
anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya.Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin.Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
• Fungsi
mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan
ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.Dengan fungsi mengatur, pajak bisa
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Contohnya dalam rangka menggiring
penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi
stabilitas
Dengan
adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
• Fungsi
redistribusi
Fungsi yang lebih menekankan pada unsure
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.Pajak yang sudah dipungut oleh negara
akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
1.4
Kedudukan Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional
Pengertian Hukum Pajak
Hukum Pajak : Keseluruhan peraturan yang meliputi wewenang pemerintah
untuk mengambil sebagian kekayaan dari seseorang dan menyerahkannya kembali
kapada masyarakat dengan melalui kas negara.
Kedudukan
Hukum Pajak dalam sistem hukum di Indonesia
Hukum
pajak tidak berdiri sendiri, melainkan berada dalam kandungan hukum
administrasi sebagai bagian dari hukum publik. Hukum pajak merupakan bagian
dari hukum administrasi, yang merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur
segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara
serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas administrasi.
Jika
hukum publik mengatur hubungan antara pemerintah (selaku penguasa) dengan rakyatnya,
hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan
rakyatnya sebagai Wajib Pajak. Sebagaimana dijelaskan berikut ini :
1.5 Syarat – Syarat Undang – Undang
Pajak Bagi suatu Negara
Agar pemungutan pajak tidak
menimbulakn hambatan atau perlawanan maka pemungutan pajak harus memahani
syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan Pajak harus adil (syarat
keadilan)
Sesuai
dengan tujuan hokum, yakni mencapai keadilan, UU pelaksanaan pemungutan harus
Adil. Adil dalam perundang – undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Memberikan hak
bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada MPP.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan
UU (syarat Yuridis)
Di
Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membeirkan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Syarat Ekonomis
Pemungutan
tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga
tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Syarat Financiil
Sesuai
fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih
rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem Pemungutan Pajak harus
sederhana
Sistem
pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
1.6 Asas Pemungutan ( The four maxims Adam Smith)
Untuk dapat mencapai tujuan
dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan
pajak, antara lain:
ADAM SMITH |
Adam
Smith, Pencetus teori The Four Maxims
Menurut
Adam
Smith dalam bukunya Wealth
of Nations dengan ajaran yang terkenal "The
Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
- Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
- Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
- Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
- Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
0 komentar:
Posting Komentar